Cerita ini adalah kisah nyata… dimana perjalanan hidup ini ditulis oleh seorang istri dalam sebuah laptopnya.
Cari Tau Mau Kamu
Sabtu, 13 Oktober 2012
Jumat, 12 Oktober 2012
Kisah spiritual anak
amerika yang memeluk
islam hanya karena dia
baca mengenai buku
Islam, setelah
sebelumnya orang tuanya memberinya
semua buku semua
agama yang ada di dunia,
Orang tua mutusin agar
anaknya sendiri yang
memilih agamanya. Rasulullah saw
bersabda: ”Setiap bayi
yang dilahirkan dalam
keadaan fitrah. Maka
kedua orang tuanyalah
yang menjadikannya Yahudi, atau Nasrani,
atau Majusi.” (HR.
Bukhari)
Kisah bocah Amerika ini
tidak lain adalah sebuah
bukti yang membenarkan hadits tersebut di atas.
Alexander Pertz
dilahirkan dari kedua
orang tua Nasrani pada
tahun 1990 M. Sejak awal
ibunya telah memutuskan untuk membiarkannya
memilih agamanya jauh
dari pengaruh keluarga
atau masyarakat. Begitu
dia bisa membaca dan
menulis maka ibunya menghadirkan untuknya
buku-buku agama dari
seluruh agama, baik
agama langit atau agama
bumi. Setelah membaca
dengan mendalam, Alexander memutuskan
untuk menjadi seorang
muslim. Padahal ia tak
pernah bertemu muslim
seorangpun.
Dia sangat cinta dengan agama ini sampai pada
tingkatan dia
mempelajari sholat, dan
mengerti banyak hukum-
hukum syar’i, membaca
sejarah Islam, mempelajari banyak
kalimat bahasa Arab,
menghafal sebagian
surat, dan belajar adzan.
Semua itu tanpa bertemu
dengan seorang muslimpun. Berdasarkan
bacaan-bacaan tersebut
dia memutuskan untuk
mengganti namanya yaitu
Muhammad ’Abdullah,
dengan tujuan agar mendapatkan
keberkahan Rasulullah
saw yang dia cintai sejak
masih kecil.
Salah seorang wartawan
muslim menemuinya dan bertanya pada bocah
tersebut. Namun,
sebelum wartawan
tersebut bertanya
kepadanya, bocah
tersebut bertanya kepada wartawan itu,
”Apakah engkau seorang
yang hafal Al Quran ?”
Wartawan itu berkata:
”Tidak”. Namun sang
wartawan dapat merasakan kekecewaan
anak itu atas
jawabannya.
Bocah itu kembali
berkata , ”Akan tetapi
engkau adalah seorang muslim, dan mengerti
bahasa Arab, bukankah
demikian ?”. Dia
menghujani wartawan itu
dengan banyak
pertanyaan. ”Apakah engkau telah menunaikan
ibadah haji ? Apakah
engkau telah menunaikan
’umrah ? Bagaimana
engkau bisa
mendapatkan pakaian ihram ? Apakah pakaian
ihram tersebut mahal ?
Apakah mungkin aku
membelinya di sini,
ataukah mereka hanya
menjualnya di Arab Saudi saja ? Kesulitan apa
sajakah yang engkau
alami, dengan
keberadaanmu sebagai
seorang muslim di
komunitas yang bukan Islami ?”
Setelah wartawan itu
menjawab sebisanya,
anak itu kembali
berbicara dan
menceritakan tentang beberapa hal berkenaan
dengan kawan-kawannya,
atau gurunya, sesuatu
yang berkenaan dengan
makan atau minumnya,
peci putih yang dikenakannya, ghutrah
(surban) yang dia
lingkarkan di kepalanya
dengan model Yaman,
atau berdirinya di kebun
umum untuk mengumandangkan adzan
sebelum dia sholat.
Kemudian ia berkata
dengan penuh
penyesalan, ”Terkadang
aku kehilangan sebagian sholat karena
ketidaktahuanku tentang
waktu-waktu sholat.”
Kemudian wartawan itu
bertanya pada sang
bocah, ”Apa yang membuatmu tertarik pada
Islam ? Mengapa engkau
memilih Islam, tidak yang
lain saja ?” Dia diam
sesaat kemudian
menjawab. Bocah itu diam sesaat
dan kemudian menjawab,
”Aku tidak tahu, segala
yang aku ketahui adalah
dari yang aku baca
tentangnya, dan setiap kali aku menambah
bacaanku, maka semakin
banyak kecintaanku”.
Wartawab bertanya
kembali, ”Apakah engkau
telah puasa Ramadhan ?” Muhammad tersenyum
sambil menjawab, ”Ya,
aku telah puasa
Ramadhan yang lalu
secara sempurna.
Alhamdulillah, dan itu adalah pertama kalinya
aku berpuasa di
dalamnya. Dulunya sulit,
terlebih pada hari-hari
pertama”. Kemudian dia
meneruskan : ”Ayahku telah menakutiku bahwa
aku tidak akan mampu
berpuasa, akan tetapi
aku berpuasa dan tidak
mempercayai hal
tersebut”. ”Apakah cita-citamu ?”
tanya wartawan
Dengan cepat
Muhammad menjawab,
”Aku memiliki banyak
cita-cita. Aku berkeinginan untuk pergi
ke Makkah dan mencium
Hajar Aswad”.
”Sungguh aku perhatikan
bahwa keinginanmu untuk
menunaikan ibadah haji adalah sangat besar.
Adakah penyebab hal
tersebut ?” tanya
wartawan lagi.
Ibu Muhamad untuk
pertama kalinya ikut angkat bicara, dia
berkata : ”Sesungguhnya
gambar Ka’bah telah
memenuhi kamarnya,
sebagian manusia
menyangka bahwa apa yang dia lewati pada saat
sekarang hanyalah
semacam khayalan,
semacam angan yang
akan berhenti pada
suatu hari. Akan tetapi mereka tidak mengetahui
bahwa dia tidak hanya
sekedar serius,
melainkan mengimaninya
dengan sangat dalam
sampai pada tingkatan yang tidak bisa dirasakan
oleh orang lain”.
Tampaklah senyuman di
wajah Muhammad
’Abdullah, dia melihat
ibunya membelanya. Kemudian dia
memberikan keterangan
kepada ibunya tentang
thawaf di sekitar Ka’bah,
dan bagaimanakah haji
sebagai sebuah lambang persamaan antar sesama
manusia sebagaimana
Tuhan telah menciptakan
mereka tanpa
memandang perbedaan
warna kulit, bangsa, kaya, atau miskin.
Kemudian Muhammad
meneruskan,
”Sesungguhnya aku
berusaha mengumpulkan
sisa dari uang sakuku setiap minggunya agar
aku bisa pergi ke Makkah
Al-Mukarramah pada
suatu hari. Aku telah
mendengar bahwa
perjalanan ke sana membutuhkan biaya 4
ribu dollar, dan sekarang
aku mempunyai 300
dollar.”
Ibunya menimpalinya
seraya berkata untuk berusaha menghilangkan
kesan keteledorannya,
”Aku sama sekali tidak
keberatan dan
menghalanginya pergi ke
Makkah, akan tetapi kami tidak memiliki cukup uang
untuk mengirimnya dalam
waktu dekat ini.”
”Apakah cita-citamu yang
lain ?” tanya wartawan.
“Aku bercita-cita agar Palestina kembali ke
tangan kaum muslimin. Ini
adalah bumi mereka yang
dicuri oleh orang-orang
Israel (Yahudi) dari
mereka.” jawab Muhammad
Ibunya melihat
kepadanya dengan
penuh keheranan. Maka
diapun memberikan
isyarat bahwa sebelumnya telah terjadi
perdebatan antara dia
dengan ibunya sekitar
tema ini.
Muhammad berkata, ”Ibu,
engkau belum membaca sejarah, bacalah sejarah,
sungguh benar-benar
telah terjadi
perampasan terhadap
Palestina.”
”Apakah engkau mempunyai cita-cita
lain ?” tanya wartawan
lagi.
Muhammad menjawab,
“Cita-citaku adalah aku
ingin belajar bahasa Arab, dan menghafal Al
Quran.”
“Apakah engkau
berkeinginan belajar di
negeri Islam ?” tanya
wartawan Maka dia menjawab
dengan meyakinkan :
“Tentu”
”Apakah engkau
mendapati kesulitan
dalam masalah makanan ? Bagaimana engkau
menghindari daging
babi ?”
Muhammad menjawab,
”Babi adalah hewan yang
sangat kotor dan menjijikkan. Aku sangat
heran, bagaimanakah
mereka memakan
dagingnya. Keluargaku
mengetahui bahwa aku
tidak memakan daging babi, oleh karena itu
mereka tidak
menghidangkannya
untukku. Dan jika kami
pergi ke restoran, maka
aku kabarkan kepada mereka bahwa aku tidak
memakan daging babi.”
”Apakah engkau sholat di
sekolahan ?”
”Ya, aku telah membuat
sebuah tempat rahasia di perpustakaan yang aku
shalat di sana setiap
hari” jawab Muhammad
Kemudian datanglah
waktu shalat maghrib di
tengah wawancara. Bocah itu langsung
berkata kepada
wartawan,”Apakah
engkau mengijinkanku
untuk mengumandangkan
adzan ?” Kemudian dia berdiri dan
mengumandangkan
adzan. Dan tanpa terasa,
air mata mengalir di
kedua mata sang
wartawan ketika melihat dan mendengarkan bocah
itu menyuarakan adzan.
Suhanallah.
jika berkenan jangan lupa koment ato share dan terima kasih atas kunjunganya
Namun Sam suamiku mencegah niat buruk itu. Akhirnya dengan terpaksa saya membesarkannya juga. di tahun kedua setelah Eric dilahirkan saya pun melahirkan kembali seorang anak perempuan yang cantik mungil. Saya menamainya Angelica. Saya sangat menyayangi Angelica, demikian juga Sam. Seringkali kami mengajaknya pergi ke taman hiburan & membelikannya pakaian anak-anak yang indah-indah.
Namun tidak demikian halnya dengan Eric. Ia hanya memiliki beberapa stel pakaian butut. Sam berniat membelikannya, namun saya selalu melarangnya dengan dalih penghematan uang keluarga. Sam selalu menuruti perkataan saya.
Saat usia Angelica 2 tahun Sam meninggal dunia. Eric sudah berumur 4 tahun kala itu. Keluarga kami menjadi semakin miskin dengan hutang yang semakin menumpuk. Akhirnya saya mengambil tindakan yang akan membuat saya menyesal seumur hidup. Saya pergi meninggalkan kampung kelahiran saya beserta Angelica. Eric yang sedang tertidur lelap saya tinggalkan begitu saja.
Kemudian saya tinggal di sebuah gubuk setelah rumah kami laku terjual untuk membayar hutang. Setahun, 2 tahun, 5 tahun, 10 tahun.. telah berlalu sejak kejadian itu.
Saya telah menikah kembali dengan Brad, seorang pria dewasa. Usia pernikahan kami telah menginjak tahun kelima. Berkat Brad, sifat-sifat buruk saya yang semula pemarah, egois, dan tinggi hati, berubah sedikit demi sedikit menjadi lebih sabar dan penyayang.
Angelica telah berumur 12 tahun dan kami menyekolahkan dia di asrama putri sekolah perawatan yang terkenal. Tidak ada lagi yang ingat tentang Eric dan tidak ada lagi yang mengingatnya.
Sampai suatu malam. Malam di mana saya bermimpi tentang seorang anak.
Wajahnya agak tampan namun tampak pucat sekali. Ia melihat ke arah saya.
Sambil tersenyum ia berkata,
"Tante, Tante kenal mama saya? Saya lindu cekali pada Mommy!"
Setelah berkata demikian ia mulai beranjak pergi, namun saya menahannya,
"Tunggu..., sepertinya saya mengenalmu. Siapa namamu anak manis?"
"Nama saya Elic, Tante."
"Eric? Eric... Ya Tuhan! Kau benar-benar Eric?"
Saya langsung tersentak dan bangun. Rasa bersalah, sesal dan berbagai perasaan aneh lainnya menerpa diri saya saat itu juga.
Tiba-tiba terlintas kembali kisah ironis yang terjadi dulu seperti sebuah film yang diputar di kepala saya. Baru sekarang saya menyadari betapa jahatnya perbuatan saya dulu. Rasanya seperti mau mati saja saat itu. Ya, saya harus mati..., mati..., mati... Ketika tinggal seinchi jarak pisau yang akan saya goreskan ke pergelangan tangan, tiba-tiba bayangan Eric melintas kembali di pikiran saya. Ya Eric, Mommy akan menjemputmu Eric...
Sore itu saya memarkir mobil biru saya di samping sebuah gubuk, dan Brad dengan pandangan heran menatap saya dari samping. "Mary, apa yang sebenarnya terjadi?"
"Oh, Brad, kau pasti akan membenciku setelah saya menceritakan hal yang telah saya lakukan dulu." tetapi aku menceritakannya juga dengan terisak-isak. ..
Ternyata Tuhan sungguh baik kepada saya. Ia telah memberikan suami yang begitu baik dan penuh pengertian. Setelah tangis saya reda, saya keluar dari mobil diikuti oleh Brad dari belakang. Mata saya menatap lekat pada gubuk yang terbentang dua meter dari hadapan saya. Saya mulai teringat betapa gubuk itu pernah saya tempati beberapa tahun lamanya dan Eric.. Eric...
Saya meninggalkan Eric di sana 10 tahun yang lalu. Dengan perasaan sedih saya berlari menghampiri gubuk tersebut dan membuka pintu yang terbuat dari bambu itu. Gelap sekali... Tidak terlihat sesuatu apa pun!
Perlahan mata saya mulai terbiasa dengan kegelapan dalam ruangan kecil itu.
Namun saya tidak menemukan siapa pun juga di dalamnya. Hanya ada sepotong kain butut tergeletak di lantai tanah. Saya mengambil seraya mengamatinya dengan seksama... Mata saya mulai berkaca-kaca, saya mengenali potongan kain tersebut sebagai bekas baju butut yang dulu dikenakan Eric sehari-harinya. .. Beberapa saat kemudian, dengan perasaan yang sulit dilukiskan, saya pun keluar dari ruangan itu... Air mata saya mengalir dengan deras. Saat itu saya hanya diam saja. Sesaat kemudian saya dan Brad mulai menaiki mobil untuk meninggalkan tempat tersebut. Namun, saya melihat seseorang di belakang mobil kami. Saya sempat kaget sebab suasana saat itu gelap sekali. Kemudian terlihatlah wajah orang itu yang demikian kotor.
Ternyata ia seorang wanita tua. Kembali saya tersentak kaget manakala ia tiba-tiba menegur saya dengan suaranya yang parau.
"Heii...! Siapa kamu?! Mau apa kau ke sini?!"
Dengan memberanikan diri, saya pun bertanya, "Ibu, apa ibu kenal dengan seorang anak bernama Eric yang dulu tinggal di sini?"
Ia menjawab, "Kalau kamu ibunya, kamu sungguh perempuan terkutuk! Tahukah kamu, 10 tahun yang lalu sejak kamu meninggalkannya di sini, Eric terus menunggu ibunya dan memanggil, 'Mommy..., Mommy!' Karena tidak tega, saya terkadang memberinya makan & mengajaknya tinggal bersama saya. Walaupun saya orang miskin dan hanya bekerja sebagai pemulung sampah, namun saya tidak akan meninggalkan anak saya seperti itu! Tiga bulan yang lalu Eric meninggalkan secarik kertas ini. Ia belajar menulis setiap hari selama bertahun-tahun hanya untuk menulis ini untukmu..."
Saya pun membaca tulisan di kertas itu...
"Mommy, mengapa Mommy tidak pernah kembali lagi...? Mommy marah sama Eric, ya? Mom, biarlah Eric yang pergi saja, tapi Mommy harus berjanji kalau Mommy tidak akan marah lagi sama Eric. Bye, Mom..."
Saya menjerit histeris membaca surat itu. "Bu, tolong katakan... katakan di mana ia sekarang? Saya berjanji akan meyayanginya sekarang! Saya tidak akan meninggalkannya lagi, Bu! Tolong katakan..!!"
Brad memeluk tubuh saya yang bergetar keras.
"Nyonya, semua sudah terlambat. Sehari sebelum nyonya datang, Eric telah meninggal dunia. Ia meninggal di belakang gubuk ini. Tubuhnya sangat kurus, ia sangat lemah. Hanya demi menunggumu ia rela bertahan di belakang gubuk ini tanpa ia berani masuk ke dalamnya. Ia takut apabila Mommy-nya datang, Mommy-nya akan pergi lagi bila melihatnya ada di dalam sana ... Ia hanya berharap dapat melihat Mommy-nya dari belakang gubuk ini... Meskipun hujan deras, dengan kondisinya yang lemah ia terus bersikeras menunggu Nyonya disana. Nyonya, dosa Anda tidak terampuni!"
Saya kemudian pingsan dan tidak ingat apa-apa lagi. Tuhan,maafkanlah dosa hambamu ini
Terbayang dalam sebuah artikel, penulis pernah menyinggung : Ketika ia
baru keluar dari dinas tentara, hanya mengantongi ijazah SMU, tidak ada
satu pun ketrampilan, sehingga terpaksa kerja di sebuah perusahaan
percetakan menjadi kurir.
Suatu hari, anak muda ini mengantar penuh muatan berisi puluhan buku ke
kantor berlantai 7 di suatu perguruan tinggi ; ketika dia memanggul
buku-buku tersebut menunggu di lift, seorang satpam yang berusia 50-an
menghampirinya dan berkata : “Lift ini untuk profesor dan dosen, lainnya
tidak diperkenankan memakai lift ini, kau harus lewat tangga!”
Anak muda memberian penjelasan pada satpam itu :
“Saya bukan mahasiswa, saya hanya ingin mengantar buku semobil ini ke
kantor lantai 7, ini kan buku pesanan sekolah!” Namun, dengan beringas
satpam itu berkata :
Setelah itu, anak muda menjelaskan peristiwa yang dialaminya kepada bos, dan bos bisa memakluminya,sekaligus juga mengajukan surat pengunduran diri pada bosnya, dan segera setelah itu ia pergi ke toko buku membeli bahan pelajaran sekolah SMU dan buku referensi, sambil meneteskan air mata ia bersumpah, saya harus bekerja keras, harus bisa lulus masuk ke perguruan tinggi, saya tidak akan membiarkan dilecehkan orang lagi.
Selama 6 bulan menjelang ujian, anak muda ini belajar selama 14 jam setiap hari, sebab ia sadar, waktunya sudah tidak banyak, ia tidak bisa lagi mundur, saat ia bermalas-malasan, dalam benaknya selalu terbayang akan hinaan security yang tidak mngizinkannya memakai lift, membayangkan diskriminasi ini, ia segera memacu semangatnya, dan melipatkan gandakan kerja kerasnya.
Belakangan, anak muda ini akhirnya berhasil lulus masuk ke salah satu lembaga ilmu
kedokteran. Dan kini, selama 20 tahun lebih telah berlalu, sang anak muda akhirnya berhasil menjadi seorang dokter klinik. Sang dokter merenung sejenak, ketika itu, jika bukan karena security yang sengaja mempersulitya, bagaimana mungkin ia menyeka air matanya dari hinaan itu, dan berdiri dengan berani ? Dan bukankah security yang dibencinya itu adalah budi-nya seumur hidupnya?

Suatu hari, guru fisika membagi sebuah soal yang rumit sebagai pekerjaan rumah,
keesokannya saat masuk sekolah, hampir semua siswa tidak ada yang bisa menjawabnya, namun, hanya siswa nakal bernama Chen itu yang dapat menjelaskannya!
“Chen, katakan dengan jujur, apakah PR ini hasil kerja kakakmu? Saya tahu fisika kakakmu sangat hebat. Tahun lalu saya penah mengajarinya.”demikian tanya sang guru. “Itu memang hasil kerjaku sendiri! Guru, mana boleh Anda menuduhku demikian?” ”Sudahlah, kau tidak perlu bohong! Bukan hasil kerja sendiri, mengapa tidak tahu malu, bersikeras bilang hasil kerja sendiri!” sambil berdiri di podium dan dengan nada mengejek dan menyindir guru fisika itu berkata :
“Sudahlah!jangan bikin malu! Saya tahu betul tarafmu, kau tidak perlu bohong padaku!” Ketika itu, saya memalingkan kepala, dan melihat Xiao Chen menundukkan kepala, mengatup mulutnya, matanya berkaca-kaca, ia tidak membantah lagi, terus menundukkan kepala, purapura membaca buku, dan air matanya setetes demi setetes menitik jatuh ke atas buku pelajarannya. Setelah ujian, Xiao Chen yang berjuang keras, akhirnya berhasil lulus ujian
masuk ke Universitas Taiwan, dan setelah ke luar dari dinas militer, ia melanjutkan kuliahnya di AS, kini, ia kembali ke negaranya dengan gelar kehormatan sebagai “doktor fisika”. Dan saya, selamanya juga tidak lupa dengan sebait kalimatnya untukku ketika di SMU :
“Soal itu, jelas-jelas saya yang kerjakan, tapi, mengapa ia (guru fisika) tidak percaya padaku, malah menghina dan mengejekku di depan siswa, memandang rendah padaku ? Kelak, fisika saya harus lebih hebat daripada dia! Bapak Jiang Jingguo pernah berkata : “Saat gagal harus bersabar”. Benar, manusia, pasti ada saatnya mengalami kegagalan, tapi, saya semakin yakin!
“Kegagalan, adalah hadiah terbaik bagi remaja!”
Manusia, hanya di saat mengalami kegagalan, di persulit, didiskreditkan, di ejek dan dihina orang, baru bisa “mengingatkan diri” dan segera sadar, bukankah ini merupakan kado yang sangat berharga dalam sepanjang hidup kita?
Karena itu, jika kegagalan sekarang dapat memberikan kebahagiaan Anda di kemudian hari, bersabarlah. Sebaliknya tinggalkan, jika kebahagiaan sekarang bisa mendatangkan kemalangan Anda dikemudian hari.
Setiap kegagalan, kepedihan, maupun pukulan dalam perjalanan hidup pasti ada maknanya.
(Sumber : Dajiyuan)
Cerita ini adalah kisah nyata… dimana perjalanan hidup ini ditulis oleh seorang istri dalam sebuah laptopnya.